Kebiasaan Bermain Video Game yang Sehat: Tips untuk Orang Tua
“Tapi kan sedikit lagi aku naik level!”
Sudah berapa kali si kecil atau anak Anda yang sudah remaja mengucapkan kalimat ini, dengan tangan menggenggam konsol dan mata terpaku pada layar?
Pasti sudah tidak terhitung.
Pada zaman digital ini, video game sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sebagian besar anak-anak dan remaja. Meskipun video game banyak manfaatnya, seperti membantu perkembangan kognitif dengan mendukung interaksi sosial dan kolaborasi, orang tua dan pengasuh tetap harus membatasi penggunaannya serta mengajarkan kebiasaan bermain yang baik.
Jadi, sudah siapkah Anda “memainkan” peran penting dalam mendukung gamer kesayangan dan hobinya? Jika iya, mari lanjutkan.
Lakukan riset dan cari tahu kesukaannya
Ada game yang kebanjiran ulasan positif dari para gamer, tapi sudah tahu apa rating-nya?
Indonesian Game Rating System (IGRS) merilis kategori game yang dirancang untuk membantu orang tua memilihkan konten sesuai dengan usia anak atau remaja yang hendak bermain. Kategorinya sebagai berikut:
- SU – kontennya secara umum cocok untuk semua umur. Dapat mengandung sedikit kekerasan kartun, fantasi, atau ringan, dan/atau sedikit penggunaan bahasa yang agak kasar.
7+ – kontennya secara umum cocok untuk usia 7 tahun ke atas. Dapat mengandung lebih banyak kekerasan kartun, fantasi, atau ringan, dan/atau tema yang agak menjurus.
13+ – kontennya secara umum cocok untuk usia 13 tahun ke atas. Dapat mengandung kekerasan, tema menjurus, humor kasar, sedikit darah, simulasi perjudian, dan/atau sedikit penggunaan bahasa kasar.
Label rating biasanya dicantumkan di kemasan fisik game yang dijual di toko, di deskripsi online tempat mengunduh game dan aplikasi, di iklan game, dan di situs web yang mengulas game.
Anda juga wajib melakukan riset sebelum membeli atau mengunduh suatu game. Baca ulasan, tonton video gameplay-nya, dan diskusi dengan orang tua lain untuk mengumpulkan informasi tentang konten game dan nilai edukasi yang bisa didapat.
Terakhir, apa hal yang diinginkan si kecil dari video game?
Hanya ada satu cara untuk mencari tahu jawabannya ....
Ajak dia untuk mengungkapkan minatnya dalam bermain game secara terbuka. Tidak hanya mempermudah pengambilan keputusan yang matang, tetapi hubungan orang tua-anak akan terjalin makin erat.
Dukung sesi bermain game yang ramah dan kooperatif
Manfaatkan waktu menatap layar untuk bersosialisasi!
Anak sudah tahu bahwa video game bisa menghubungkannya dengan teman. Bahkan, survei terbaru menunjukkan bahwa terdapat 50% anak dalam rentang usia 13—17 tahun yang berkomunikasi melalui video game minimal sekali sehari2.
Untuk menumbuhkan rasa saling memiliki, ajak teman dan anggota keluarga yang lain untuk bermain game multipemain. Pendekatan yang kolaboratif dan kooperatif ini dapat mengasah keterampilan kerja tim dan komunikasi anak. Kalau boleh jujur, kami adalah penggemar berat petualangan game bersebelahan yang menjadi inspirasi desain video game LEGO untuk PC dan konsol dengan layar terbelah untuk multipemain.
Dengan bermain bersama, terbuka pula kesempatan untuk mengobrol. Jadi, jika sudah tidak bermain game, Anda bisa memulai diskusi tentang masalah keamanan online, misalnya tindakan yang harus dilakukan anak jika menemukan informasi yang keliru di internet.
Jika si kecil mulai tidak betah duduk di sofa, seimbangkan waktu menatap layar dengan membantunya mengikuti lomba atau komunitas bermain game terdekat. Kegiatan tersebut bisa menumbuhkan interaksi dan memungkinkan terjalinnya pertemanan antar-gamer di dunia nyata, yang tentunya punya minat yang sama.
Terakhir, cari game yang didesain untuk memicu kerja tim dan mengandalkan kemampuan kolaborasi, komunikasi, dan kerja sama pemain yang efektif sebagai kunci untuk menaklukkan game.
Itu keterampilan hidup yang menarik, bukan? Kami setuju.